Sabtu malam kemarin tepatnya tanggal 19 Juni 2022, Pemerintah Kota Pasuruan menyelenggarakan kegiatan sholawat di Stadion Untung Suropati, Kota Pasuruan. Kegiatan tersebut dihadiri Grup Sholawat Habib Syech Assegaf asal Solo, yang menjadi bintang tamu dan memimpin pelaksanaan kegiatan sholawatan tersebut. Hadir juga Gubenur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Pasuruan, Saifulah Yusuf (Gus Ipul). Hal itu mengundang animo masyarakat begitu besar bahkan dari beberapa hari sebelumnya. Benar saja, pada hari-h seisi stadion penuh bahkan sesak oleh "Syechker Mania". Pasuruan sendiri baik kota maupun kabupaten terkenal sebagai kota santri karena begitu banyak pondok pesantren disana. Kehadiran Habib Syech Assegaf yang lantunan-lantunan sholawatnya begitu akrab di telinga santri, tentu menarik banyak santri dan masyarakat untuk datang. Bahkan banyak pula yang berasal dari luar kota. Bendera, poster dan syal-syal bertuliskan Syechker Mania Probolinggo, Pasuruan, Malang, Situbondo, Lumajang, Jember, Mojokerto, dapat ditemukan atribut-atributnya pada tiap sudut pandang stadion.
Saya juga hadir. Bersama dua orang teman yang jauh-jauh datang dari Malang dan Probolinggo. Memakai sarung dan baju koko serba putih, kami mengikuti lantunan sholawat Habib Syech, duduk bersila diatas tikar yang dibuat dari anyaman bungkus Kopi Kapal Api. Sebenarnya jika boleh jujur, jika tidak karena dua teman saya mengajak untuk ikut acara tersebut, saya tidak akan datang. Jika ada kegiatan yang sama, mungkin saya lebih memilih dirumah dan streaming Youtube saja. Bukan berarti tidak suka sholawatan. Saya beberapa kali tertidur waktu itu. Sama kasusnya seperti ketika saya nonton konser Sheila On 7 beberapa tahun silam, saya ketiduran di tribun. Sesekali mengantuk, ketiduran, lalu bangun lagi ketika sholawat dilantunkan, mengantuk lagi, ketiduran lagi, bangun lagi.
Dari beberapa lantunan sholawat, ada yang saya hafal, ada yang sedikit hafal, ada yang bahkan tidak pernah saya dengar. Salah satu yang baru dan terngiang-ngiang sampai rumah adalah sholawat "Ya Tarim" yang saat itu dilantunkan oleh anak kecil berumur sekitar tujuh atau delapan tahun. Hal ini baru, bagi saya yang tidak memiliki pengalaman nyantri. Liriknya juga cukup sederhana dengan pengulangan-pengulangan saja. Di rumah, saya cari tahu arti dari sholawat tersebut. Ternyata menggambarkan Tarim sebagai kota bersejarah di Hadhramaut-Yaman, yang diisi oleh banyak Wali-Wali Allah, yang terkenal dengan kedalaman keilmuannya.
Hari-hari setelahnya sering saya temui masjid dan musolah banyak melantunkan sholawat Ya Tarim saat puji-pujian antara adzan dan iqomah. Ingatan saya lalu terlempar ke masa silam saat masih kecil. Dulu seingat saya pujian-pujian atau sholawat yang saya lantunkan di musolah dekat rumah adalah puji-pujian dengan bahasa daerah lokal. Adapun beberapa puji-pujian bahasa Arab, terdapat bahasa daerah pada sebagian liriknya. Saat ini saya sulit mengingat apa saja yang dulu saya lantunkan, bagaimana nadanya, iramanya, dan cengkoknya selain hanya satu dua saja. Salah satunya seperti ini,
Allohummaghfirlii, dzunubi waliwalidayya
Allohummaghfirlii, dzunubi waliwalidayya
War hamhuma war hamhuma
Kama rabbayaanii shaghiira
Ya Allah kulo nyuwun sepuro
Sak katah e duso kulo
Lan dusone tiyang sepuh kulo
Sekalian umat Islam sedoyo
Komentar
Posting Komentar